Resensi buku novel Athirah karya Alberthiene Endah
Judul : Athirah
Pengarang : Alberthene Endah
Penerbit : Noura Books
Jenis Buku : Fiksi Indonesia
Tahun Terbit : 2013
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal : 404 halaman; 14x21 cm
ISBN : 978-602-7816-67-1
Banyak diantara kita khususnya orang Makassar mengenal sosok Athirah hanya sebagai ibu dari Pak Jusuf Kalla, di mana padanya beliau mengabadikan namanya di salah satu sekolah yang terkemuka di kota Makassar. pak jusuf kalla belajar tentang perdagangan, kegigihan, Kemandirian, dan kejujuran dari bapaknya. Tapi banyak yang tidak pernah tau dari emmak pak Jusuf kalla belajar arti sebuah kesetiaan, keikhlasan dan rasa tanggung jawab. Sosok seorang ibu sangat tegar mengetahui suaminya menikah lagi dan memilih tinggal di rumah keduanya. Mengharuskan dia harus lebih mandiri, mengasuh ke sepuluh anaknya menjadi ibu sekaligus menjadi sebagai bapak untuk mereka. Mengingat bapaknya telah memiliki keluarga baru lagi. Berbagai gejolak rumah tangga yang harus di hadapinya, bersama pak Jusuf tanggung jawab di bebankan oleh bapaknya menjaga emmak dan adik-adiknya.
Di umurnya yang masih sangat mudah tugas itu harus dia jalankan yaitu di umur 16 tahun. Hanya dengan Jusuf emmak Athirah menentramkan keadaan rumah bahwa semua baik-baik saja ada bapak atau tak ada bapak. Emmak Athirah sanggat tangguh, keadaan mengharuskan beliau meredam emosi hati melanjutkan hidup dengan separuh hati yang hilang. Emmak Athirah dengan pengenalannya tentang kain sutra yang dia dapat dari emmak kerra yaitu ibunya, mewujudkan impiannya dengan berbisnis Kain sutra. Rumah di jalan andalas di ubahnya menjadi butik kain sutra. Tak ada papan terpasang di depan rumah. Semuanya dari mulut ke mulut ibu Athirah mengenal beberapa orang penting di kota Makassar dari orang pemerintahan sampai para ibu-ibu pengajian, pengusaha. Selain itu pula emmak Athirah mengeluti bisnis angkutan cahaya Bone, Bisnis berjalan dengan baik di balik gejolak rumah tangganya. Tuhan merahmati segala usahanya, semua bisnis yang dia jalankan mampu mengobati segala sakit hatinya, mampu membantu menopang ekonomi keluarganya. Jusuf remaja tumbuh di tengah gejolak rumah tangga orang tuanya penuh badai, tumbuh di tengah poligami yang di lakukan bapaknya, tumbuh di tengah gejolak hati emmaknya yang sangat perih, mau tidak mau keadaan tersebut sangat mempengerahui untuk dia mengenal kawan wanita seusianya.
Novel ini juga meceritakan kisah awal pertemuan pak Jusuf dan ibu Mufidah. Yang di bumbui oleh aroma asmara anak muda. Pertemuan awal dan pegejaran pak Jusuf sungguh membuat pembaca tersenyum sendiri karena pengorbanannya untuk berkenalan dengan mufidah Semua berawal di bangku SMA 3 Makasar. Sosok seorang begitu pendiam, dingin dan orangnya sangat halus. Seperti itulah Mufidah di kenal. “Belum pernah malamku berjalan dengan kegelisahan yang asing. setelah Emmak yang sangat merana yang membuat sulit tidurku. Memikirkan Mufidah, malamku bagai di ayun-ayun, mufidah mufidah aku harus mengenalmu. Lebih cepat lebih baik” kata pak jusuf. Tidak mudah mendapatkan cinta Mufidah mengingat Jusuf berasal dari orang tua yang berpoligami, dan Mufidah telah memiliki calon suami pilihan Orang Tuanya. tapi Jusuf tidak mundur sekalipun, "Kau tidak akan melihat Indahnya Puncak jika Kau tak melewati beberapa Tanjakan". Hampir tiap pulang sekolah menemani mufidah pulang tidak dengan naik skuternya, karena mufidah tidak ingin naik di skuter untuk di antar pulang, jadinya di tengah panas matahari Makassar jusuf mendorong skuternya dan mufidah berjalan di sisinya, begitu seterusnya. Hari berganti hari waktu berlalu begitu cepat, Mufidah tidak sekalipun menunjukkan perasaannya ke jusuf. Ketegasan pak Jusuf kalla terlihat dari pengambilan-pengambilan keputusan. Ternyata dalam urusan Hati Pun demikian .
Akhir dari Pengejarannya.suatu sore Jusuf bertandang ke rumah mufidah di berinya dia kartu Hijau dan Merah. “Ida jika engkau memilih kartu hijau itu kau mencintaiku dan kartu merah kau menolakku dan tidak mencintaiku”. Mufidah diam terpaku. Lama dia memandang kartu itu. kemudian perlahan tangannya mengambil kartu hijau. membawanya, dan menghilang di kamar. Mufidah menerima cinta Jusuf, yang cukup mengelikan Pak Jusuf kalla Menikah dengan memakai baju adat Makassar dan Ibu Mufidah mengenakan baju minang. Sesuatu yang tidak biasa. Pesan dari Bapak jusuf ketika pak jusuf kalla menikah dengan mufidah“ jaga Mufidah dengan baik, jangan engkau lakukan apa yang telah aku lakukan kepada Emmak”. Sungguh penyesalan itu di bawa Pak Kalla sampai emmak Athirah harus duluan meniggalkannya dari dunia, dan tepat 100 hari emmak, bapak menyusulnya. Dari cerita Athirah ini dapat kesimpulan harta benda mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan harian, Tapi tidak dengan menjaga perasaan masing-masing. pelajaran kehidupan di dapat dalam Rumah dan pelajaran Ilmu pendidikan didapat dari bangku sekolah. tapi jauh lebih sempurna hidup jika pelajaran kehidupan, yaitu sabar, ikhlas, bersyukur,kesetiaan, kejujuran lebih di Dalami, agar kita bisa menjadi orang yang tegar disetiap masalah yang kita hadapi.
http://uny.ac.id
Komentar
Posting Komentar